Rabu, 21 Desember 2011

Kembali melihat "Liat"

Manusia di dunia yang fana ini diciptakan oleh Sang Pencipta dari debu tanah dan akan kembali lagi menjadi debu tanah. Nampakya tanah sangat lekat dengan kehidupan kita sebagai manusia, bahkan kita dapat mengambil filosofi tanah liat untuk menjadikan hidup kita lebih baik.
  • Anak-anak.
     Kumpulkan dan satukanlah mereka dengan kasih sayang diatas meja kehidupan yang berputar. Curahi mereka dengan air pengetahuan yang sejuk sehingga mereka mudah dibentuk oleh kehangatan cinta dan kelembutan tangan terampil sampai mereka menjadi padat berisi nilai-nilai luhur dan membentuk bejana.
  • Remaja.
     Seiring bertambahnya kecepatan putaran roda dunia, kuatkan bentukan nilai-nilai tangan mulia seiring dengan penegasan garis eksplorasi diri serta mempertajam nilai seni dan estetika melalui percikan warna dan ornamen, sehingga menjadi bejana yang tidak hanya berfungsi, namun kuat serta bernilai seni tinggi untuk kelak menerima beragam bunga kehidupan.
  • Dewasa.
     Kobarkan tungku api membara dan bakar bentukan nilai dalam bejana hingga mengeras dan berubah menjadi keramik yang indah penuh nilai dan fungsi makna, siap untuk diperlihatkan kepada semua orang, diberikan nilai jual yang tinggi, dan menjalani fungsinya sebagai wadah beraneka warna bunga, dan memberikan keindahan bagi lingkungan sekitar.
  • Lanjut Usia.
     Waktu terus berjalan namun keindahan abadi terus terjaga dan membangun nilai kekaguman yang semakin tua semakin tinggi dicari bahkan tetap terpancar dari dasar lautan sekalipun, bagaikan harta karun melebihi kilauan logam mulia.


Apakah kita telah melalui tahapan-tahapan itu?
Mampukah kita menjadi tanah liat yang dibentuk menjadi sebuah bejana yang berakhir sebagai vas bunga kramik antik yang dicari-cari oleh kolektor barang seni dunia?
Semua tahap kehidupan memiliki arti. Resapi, maknai, cintai. Jangan sekedar lewati, atau ingin segera melewatinya.



Stay Nampol Abis
By: Hendrik J. Silitonga (21/12/11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar